Teknologi, ya... tak asing lagi bukan. Di zaman yang serba canggih
ini tidak semestinya kita tertinggal oleh zaman. Karena memang tidak ada alasan
untuk ditinggalkannya. Karena teknologi sekarang tidak memerlukan biaya yang
terlalu mahal. Disamping penggunaannya yang mudah teknologi juga mempunyai
banyak manfaat. Tapi teknologi yang
penggunaannya mudah itu bisa juga membius penggunanya kenapa? Ya, karena
pemiliknya tidak mengetahui esensi dari teknologi itu sendiri. Kita berbicara
lebih spesifik lagi disini. Yakni Internet. Sekarang siapa sih yang tidak tahu
tentang internet. Mungkin hanya simbah-simbah kita yang tidak tahu menahu
mengenai hal ini. Satu teknologi yang sangat digandrungi mulai dari anak kecil
hingga orang tua. Kenapa ? karena bisa dibilang semuanya ada di dalamnya. Mulai
dari jejaring sosial, pengetahuan, berita ataupun yang lainnya. Namun disisi
lain internet justru dijadikansenjata makan tuan oleh beberapa penikmatnya.
Kita mulai dari siswa. Ketika di sekolahan ada tugas ataupun PR, yang ada
difikiran mereka pertama kali adalah internet. Jadi tugas-tugas mereka hanyalah
hasil copy-paste dari internet, dan ironisnya mereka tidak menyebutkan sumber
sal drimana mereka mendapatkan copian itu. Hal ini sudh termasuk pengkhianatan
ilmiah dari para siswa yang merupakan calon-calon cendikiawn itu sendiri. Dengan adanya
internet juga menjadikan seorang siswa malas mengembangkan kreatifitasnya
karena mereka terbiasa mencontek di internet. Dengan alasan menghemat waktu dan
tenaga. Duh, padahal hal itu sama saja mereka menumpulkan otak mereka sendiri.
Dan faktanya kebanyakan dari manusia pengguna internet yang paling banyak
dikunjungi adalah jejaring sosial. Sampai-sampai terkadang koneksi lola banget
, ya karena pengunanya yang sangat banyak itu. Dan yang memiriskan hati adalah
postingan-postingan para pelajar kebanyakan sangat tidak mencerminkan
keterpelajarannya sendiri. Mereka lebih menyukai menuangkan perasaan galaunya
disana. Dan secara tidak langsung jejaring sosial telah menjadi buku harian
mereka sendiri. Bedanya adalah tanpa ada kalimat “dear facebook” atau “Dear
twitter” dan dear-dear yang lain lagi.tidak hanya itu, kformat-format kalimat
didalamnya juga secara tidak langsung menggerogoti ejaan baku. Dengan bahasa
alay para remaja kini, menjadikan wajah beranda para kebanyakan pelajar
menjadialay’s home. Dari sini diperlukan pendidikan akhlak dalam penggunaan
internet itu sendiri. Teori-teori bagi kalangan remaja bukanlah solusi bagi
mereka untuk merubah sikap mereka , tapi diperlukan praktek atau teladan nyata
bagi mereka. Karena dunia remaja adalah dunia action pada fitrahnya namun
lama-kelamaan karakter inti itu tergerogoti oleh budaya-budaya yang memperbudak
followersnya.