Hati ini keruh menahan satu rasa
Ketika telah bersua di peraduan
Hari-hari terlena dalam syubhat bisu
Cita dan asa berubah menjadi puing mimpi tiada arti
Semakin berlalu semakin menggerogoti
Virus menginfeksi tiada bergeming
Background merah jambu yang menipu
Syubhat semakin menggelitik
Ketika disamarkan bermuka polos
Memuncaklah ia
Hingga semakin memudar hilang rasa
Ya, itu hanya sesaat saja
Tanpa sebuah ikatan halal
Berhasilah si merah jambu merontokkanku
Puing itu hancur berdebu
Tiba saat hampa mencuri hatiku
Tiada kepastian arah tertuju
Hingga terik mentari bersinar kembali
Tersulut kaku bimbang tanpa arah
Namun bintang tetap bersinar
Kutangkap arti sebuah kiasan alam
Masih ada secercah harapan
Ialah Dia Pelukis pelangi itu
Kudapati sebuah warna cinta diantara bentangan alam itu
Ialah Dia Penggubah syair indah di alam
Kudapati makna kedamaian diantara sujudku
Tersadarku terbangun dari mimpi
Sebuah realita hina dunia ini
Kebodohan yang menyelinap sesaat
Hingga kudapati kembali rasa itu
Ketika aku menghela nafas
Itulah kasih sayang yang tiada terbalas
Ketika Dia sempurnakan penciptaan-Nya
Itulah nikmat yang seringkali terdustakan
Robbi, betapa hina kehampaanku selama ini
Terdustai oleh kesombongan hati
Tiada sadar bahwa Cinta itu begitu dekat
Buta hati yang telah menutupi
Ku coba memadukan puing-puing yang tengah rapuh
Tiada pernah utuh sediakala
Walau begitu, kucoba untuk tetap memperbaikinya.
Wahai cintaku, Engkau yang pernah melabuhkan hatiku
Wahai kasihku, aku tak ingin cintaku pada-Mu seperti Laila pada pecintanya.
Setelah kurasakan jatuh dalam jurang itu
Harapku kini, Engkaulah penghuni ruang hatiku yang pilu.