• Breaking News

    Pejuang Pena

    Coretan seorang hamba al-Izzah

    Thursday, 1 December 2016

    Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq

    Kerapkali kita merasa kesulitan saat membaca kitab fikih karena istilahistilah yang sulit dipahami. Sayyid Sabiq, seorang ulama al-Azhar, sejak awal abad yang lalu telah menyusun sebuah kitab fikih yang terbilang praktis dan mudah untuk kalangan pemula, kitab itu diberi judul Fiqhu as-Sunnah. Sayyid Sabiq adalah seorang ulama yang lahir di Mesir pada tahun 1335 H dan wafat pada tahun 1420 H. Pernah mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar, Mesir, dan Ummul Qura, Arab Saudi, serta sempat mengajar di kedua universitas tersebut. 



     Sebenarnya kitab ini adalah pengembangan dari kumpulan makalah fikih yang beliau tulis dalam sebuah majalah. Dalam makalahnya beliau banyak mengutip dari kitab-kitab hadits seperti Subulus Salam milik Imam ash-Shan’ani, Nailul Authar milik asy-Syaukani dan beberapa kitab lain yang akhirnya kegiatan tulis-menulis ini beliau kembangkan menjadi sebuah buku besar. Untuk yang pertama kali kitab Fiqhu as-Sunnah diterbitkan pada tahun 1365 H di Mesir atau sekitar 1949 M, dalam mukaddimahnya tertulis sambutan pimpinan Ikhwanul Muslimin, yaitu Syaikh Hasan alBanna. Dalam pengantar cetakan pertama Hasan al-Banna menyatakan bahwa salah satu kelebihan kitab Fiqhu as-Sunnah ialah paparannya yang mudah dan praktis, disertai dengan kupasan panjang lebar sehingga sangat sesuai dengan keperluan umat saat ini.

     Jilid pertama memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan ibadah, seperti thaharah dan tata caranya, jenis-jenis shalat, tata cara shalat dalam kondisi tertentu, puasa, zakat, dan beberapa persoalan ibadah yang lain. Jilid kedua masih mengupas masalah ibadah sebagai lanjutan dari jilid pertama, yaitu tentang haji, safar, ibadah ketika sakit, dan pengurusan jenazah. Kemudian dilanjutkan dengan masalah pernikahan, hak antara suami-istri, walimah, wanita-wanita yang haram dinikahi dan penjelasan tentang masalah pernikahan secara detail. Jilid ketiga masih sedikit melanjutkan masalah sebelumnya, yaitu tentang pernikahan. Kemudian disambung dengan masalah thalaq, khulu’, dzihar dan li’an dengan penjelasan yang detail. Baru kemudian membahas tentang hudud, qishash serta perdamaian dalam persepektif Islam. Adapun jilid keempat memaparkan tentang mu’amalah antar sesama manusia, meliputi jual-beli, utang-piutang, riba, jaminan, pengadilan, wasiat, pembagian waris dan dilengkapi dengan pembahasan qurban, ‘aqiqah serta tata busana. 

    Kitab ini diawali dengan pendahuluan yang menjabarkan tentang universalitas ajaran Islam dan sejarah tasyri’ secara ringkas. Setelah pendahulan ini baru dijabarkan bab-bab utama seperti thaharah, shalat, puasa dan seterusnya. Secara global penyusunan kitab ini menggunakan metode penyampaian hukum yang kemudian dikuatkan dengan dalil-dalilnya, baik dari alQur’an, as-Sunnah maupun Ijma’ para ulama. 

    Beliau cenderung menjahui perdebatan mazhahib yang panjang dan hanya menyebutkan keterangan yang dirasa perlu untuk diketahui, tujuannya untuk mempermudah pembaca dalam memahami kandungan kitab. Oleh beberapa ulama, kitab ini mendapat kritikan, sebab dalam masalah ijtihadiyyah masing-masing ulama berijtihad dan sangat mungkin hasil ijtihad mereka berbeda dengan ulama yang lain. Salah satu ulama yang memberi kritikan pada kitab ini adalah Nashiruddin al-Albani. Dalam kitabnya Tamamu al-Minnah fi at-Ta’liq ‘ala Fiqhi asSunnah. Salah satu kritikan yang disampaikan oleh Imam al-Albani adalah berkaitan dengan hadits yang dipakai oleh Sayyid Sabiq. Titik persoalannya bahwa hadits-hadits tersebut tidak beliau tahqiq terlebih dahulu, karena memang pada dasarnya beliau berprinsip pada kaidah, “Setiap ilmu yang diambil dari ahlinya bisa diterima.” Sebagai contoh Imam al-Albani berbeda pendapat dengan Sayyid Sabiq dalam hadits kewajiban zakat perdagangan, menurut Imam al-Albani hadits tersebut lemah.

     Perbedaan yang lain adalah pada sumber fikih, Imam al-Albani mengikuti makna zhahirun nash (makna tersurat) dari teks hukum sedangkan Sayyid Sabiq lebih kepada maqashidun nash (tujuan makna nash). Selain kritikan ada juga ulama yang meringkas kitab ini, beliau adalah Sulaiman bin Ahmad bin Yahya al-Faifi. Ringkasannya diberi judul al-Wajiz fi Fiqhi as-Sunnah Sayyid Sabiq. Sulaiman al-Faifi berusaha secara optimal menjaga kesamaan dan ketersampaian pesan yang terkandung dalam kitab induknya. Penyajian dalam satu jilid tentu memberi nilai praktis tersendiri dibandingkan kitab induknya, bahkan kitab ringkasan ini dipengantari oleh DR. ‘Aidh al-Qarni.

     Beliau menuturkan, “Kitab ringkasan ini selain lebih mudah dibawa juga dapat dijadikan rujukan oleh setiap umat Islam di setiap waktunya, sehingga ia bisa selalu memperbarui pengetahuan fikih praktis dan senantiasa mengingatkannya.” Wallahu a’lam. 

    sumber : http://www.hujjah.net/

    WARNING !

    Konten blog ini masih banyak kekurangan.

    (Beberapa konten dari zaman SMA dulu, mohon maklum)

    Ambillah yang bermanfaat dan tinggalkan yang mafsadat serta syubhat.

    Semoga Arrohmaan menjaga, menunjuki dan mengampuni pemilik blog ini.

    Baarokallaahu fiikum.

    Ukhtukum Fillaah,

    Al-Qowarir Fidinillaah.

    Sahabat Blogger

    Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net