Kerapkali
kita merasa kesulitan saat membaca kitab fikih karena istilahistilah yang sulit
dipahami. Sayyid Sabiq, seorang ulama al-Azhar, sejak awal abad yang lalu telah
menyusun sebuah kitab fikih yang terbilang praktis dan mudah untuk kalangan
pemula, kitab itu diberi judul Fiqhu as-Sunnah. Sayyid Sabiq adalah seorang
ulama yang lahir di Mesir pada tahun 1335 H dan wafat pada tahun 1420 H. Pernah
mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar, Mesir, dan Ummul Qura, Arab
Saudi, serta sempat mengajar di kedua universitas tersebut.
Sebenarnya kitab
ini adalah pengembangan dari kumpulan makalah fikih yang beliau tulis dalam
sebuah majalah. Dalam makalahnya beliau banyak mengutip dari kitab-kitab hadits
seperti Subulus Salam milik Imam ash-Shan’ani, Nailul Authar milik asy-Syaukani
dan beberapa kitab lain yang akhirnya kegiatan tulis-menulis ini beliau
kembangkan menjadi sebuah buku besar. Untuk yang pertama kali kitab Fiqhu
as-Sunnah diterbitkan pada tahun 1365 H di Mesir atau sekitar 1949 M, dalam
mukaddimahnya tertulis sambutan pimpinan Ikhwanul Muslimin, yaitu Syaikh Hasan
alBanna. Dalam pengantar cetakan pertama Hasan al-Banna menyatakan bahwa salah
satu kelebihan kitab Fiqhu as-Sunnah ialah paparannya yang mudah dan praktis,
disertai dengan kupasan panjang lebar sehingga sangat sesuai dengan keperluan
umat saat ini.
Jilid pertama memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan ibadah,
seperti thaharah dan tata caranya, jenis-jenis shalat, tata cara shalat dalam
kondisi tertentu, puasa, zakat, dan beberapa persoalan ibadah yang lain. Jilid
kedua masih mengupas masalah ibadah sebagai lanjutan dari jilid pertama, yaitu
tentang haji, safar, ibadah ketika sakit, dan pengurusan jenazah. Kemudian
dilanjutkan dengan masalah pernikahan, hak antara suami-istri, walimah, wanita-wanita
yang haram dinikahi dan penjelasan tentang masalah pernikahan secara detail.
Jilid ketiga masih sedikit melanjutkan masalah sebelumnya, yaitu tentang
pernikahan. Kemudian disambung dengan masalah thalaq, khulu’, dzihar dan li’an
dengan penjelasan yang detail. Baru kemudian membahas tentang hudud, qishash
serta perdamaian dalam persepektif Islam. Adapun jilid keempat memaparkan
tentang mu’amalah antar sesama manusia, meliputi jual-beli, utang-piutang,
riba, jaminan, pengadilan, wasiat, pembagian waris dan dilengkapi dengan
pembahasan qurban, ‘aqiqah serta tata busana.
Kitab ini diawali dengan
pendahuluan yang menjabarkan tentang universalitas ajaran Islam dan sejarah
tasyri’ secara ringkas. Setelah pendahulan ini baru dijabarkan bab-bab utama
seperti thaharah, shalat, puasa dan seterusnya. Secara global penyusunan kitab
ini menggunakan metode penyampaian hukum yang kemudian dikuatkan dengan
dalil-dalilnya, baik dari alQur’an, as-Sunnah maupun Ijma’ para ulama.
Beliau
cenderung menjahui perdebatan mazhahib yang panjang dan hanya menyebutkan
keterangan yang dirasa perlu untuk diketahui, tujuannya untuk mempermudah
pembaca dalam memahami kandungan kitab. Oleh beberapa ulama, kitab ini mendapat
kritikan, sebab dalam masalah ijtihadiyyah masing-masing ulama berijtihad dan
sangat mungkin hasil ijtihad mereka berbeda dengan ulama yang lain. Salah satu
ulama yang memberi kritikan pada kitab ini adalah Nashiruddin al-Albani. Dalam
kitabnya Tamamu al-Minnah fi at-Ta’liq ‘ala Fiqhi asSunnah. Salah satu kritikan
yang disampaikan oleh Imam al-Albani adalah berkaitan dengan hadits yang
dipakai oleh Sayyid Sabiq. Titik persoalannya bahwa hadits-hadits tersebut
tidak beliau tahqiq terlebih dahulu, karena memang pada dasarnya beliau
berprinsip pada kaidah, “Setiap ilmu yang diambil dari ahlinya bisa diterima.”
Sebagai contoh Imam al-Albani berbeda pendapat dengan Sayyid Sabiq dalam hadits
kewajiban zakat perdagangan, menurut Imam al-Albani hadits tersebut lemah.
Perbedaan yang lain adalah pada sumber fikih, Imam al-Albani mengikuti makna
zhahirun nash (makna tersurat) dari teks hukum sedangkan Sayyid Sabiq lebih
kepada maqashidun nash (tujuan makna nash). Selain kritikan ada juga ulama yang
meringkas kitab ini, beliau adalah Sulaiman bin Ahmad bin Yahya al-Faifi.
Ringkasannya diberi judul al-Wajiz fi Fiqhi as-Sunnah Sayyid Sabiq. Sulaiman
al-Faifi berusaha secara optimal menjaga kesamaan dan ketersampaian pesan yang
terkandung dalam kitab induknya. Penyajian dalam satu jilid tentu memberi nilai
praktis tersendiri dibandingkan kitab induknya, bahkan kitab ringkasan ini
dipengantari oleh DR. ‘Aidh al-Qarni.
Beliau menuturkan, “Kitab ringkasan ini
selain lebih mudah dibawa juga dapat dijadikan rujukan oleh setiap umat Islam
di setiap waktunya, sehingga ia bisa selalu memperbarui pengetahuan fikih
praktis dan senantiasa mengingatkannya.” Wallahu a’lam.
sumber :
http://www.hujjah.net/