Santri Cilik Ciamis: "Saya Menggantikan Ayah Saya Yang Sudah Tiada"
Penantian saya dan orang-orang yang berbaris di sepanjang Jl Raya Cileunyi, tidak sia-sia, pun tidak surut walau hujan terus mengguyur
Begitu rombongan Aksi Bela Islam dari Ciamis yang berjalan kaki muncul dari kejauhan, semua bersiap. Kami berdiri, berbaris panjang sekali di tepi jalan, menenteng kresek dan kardus berisi segala macam yang bisa kami berikan
Air minum dalam kemasan, hansaplast, jamu dalam kemasan sachet siap minum, masker untuk jaga-jaga jika nanti gas air mata disemburkan penguasa sandal jepit, jas hujan, dan pakaian ganti plus sekantong plastik roti, donat, permen, buah, cemilan dll dalam satu plastik berbentuk paketan kami bagikan
Mereka menerima dengan sangat senang hati. Takbir bersahutan tiada henti. Hujan, banjir tidak menyurutkan massa untuk berkumpul memanjang dari ujung Jl Raya Cileunyi sampai Bundaran Cibiru dan sepanjang Jalan Soekarno-Hatta sampai Kantor Perhutani Soekarno-Hatta
Yang membuat saya merinding, seorang santri cilik berusia delapan tahun, terlihat ikut berjalan bersama rombongan. Tanpa alas kaki sambil mengatupkan kedua telapak tangan dan menggigil kedinginan diguyur hujan
Segera saya "tewak" dan tarik ke pinggir anak itu
"Sandalnya mana?" tanya saya
"Putus Buu, jadi saya buang" katanya
Seorang dari kami menyodorkan sepasang sandal jepit baru
"Bawa baju ganti?" tanya saya lagi
Anak itu menggeleng
Saya tarik makin ketepi, tepat di teras Bank BJB ini
Saya minta dia melepas plastik kantung yang dipakainya untuk menahan hujan
Ternyata baju seragam santri yang dipakainya pun basah kuyup. Segera kami sodori sehelai kaos panjang dan trening panjang, lalu dia memakai jas hujan yang juga kami sodorkan
"Kenapa ikut?" tanya saya
"Ngagentosan (menggantikan) pun Bapa (ayah saya)," jawab anak lelaki itu
"Bapa ade kamana (Bapakmu kemana?)" tanya saya sambil menggenggamkan beberapa lembar uang
"Atos ngatunkeun (sudah tiada)," jawab seorang santri dewasa yang muncul dibelakangnya
Ada rasa nyeri yang menyayat perut dibawah iga kanan saya. Entah apa yang ada di benak para penghina, penyinyir dan penista yang kedua orangtuanya masih lengkap, berusia dewasa, punya biaya, uang banyak, gagah perkasa, DAN dia MUSLIM, tapi bisanya cuma menyinyiri, menista dan menghina...
Rombongan lewat, semua logistik paketan habis kami bagikan. Tinggal logistik dalam wadah kardus dan karung. Kami naikkan ke ambulance dan mobil-mobil bertanda rombongan
Tetiba saya dibuat terkejut. Satu demi satu gadis-gadis berjilbab lebar itu bergantian memeluk saya dan saling berpelukan antar sesamanya dengan mata basah. Ucapan syukur dan tangis kegembiraan mereka, juga terasa menyayat hati saya
"Bu, ayo ikut!" teriak anak gadis berjilbab lebar dan mengendarai sepeda motor. Saya diajak ikut mengiringi laju rombongan itu bersama anak-anak lain, dengan motor mereka
Bahagianya hari ini, melupakan derita nyeri di hari pertama datangnya "tamu bulanan".
source : FB Dara Lan Tan