Ikatan yang amat erat dan mulia, ikatan yang menghancurkan
kelaliman, ikatan yang hanya dimiliki
oleh kaum muslimin. Itulah ikatan iman, ikatan karena kesatuan iman terhadap
Robb-Nya.
Allaah
Ta’ala berfirman di dalam QS. Al-Hajj : 19
هذان خصمان اختصموا في ربهم
Artimya
: “Inilah dua golongan (golongan Mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar
karena Robb mereka.”
Di dalam kitab Arrohiiq-Almakhtum, disebutkan beberapa kisah-kisah
imani dalam Perang Badar. Kisah yang membuat kita haru, betapa para Sahabat
benar-benar generasi terbaik umat ini. Pengorbanan serta aplikasi keimanan
mereka tidak hanya bualan bibir saja. Namun mereka benar-benar menjual diri,
jiwa dan harta mereka untuk Allaah Ta’ala. Berperang melawan kerabat, sahabat
bahkan orang tuanya sendiri tak menjadikan mereka gentar untuk setia di barisan
kaum muslimin. Itulah salah satu gambaran betapa besar cinta mereka terhadap
Allaah Ta’ala dan Rasul-Nya. Sifat yang dipuji Allaah Ta’ala atas kaum mukmin
adalah mereka keras terhadap orang-orang kafir, dan lemah lembut terhadap
orang-orang mukmin.
Berikut
beberapa kisahnya;
1. Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas
bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda kepada para sahabatnya
, “Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa ada beberapa tokoh dari Bani Hasyim
dan selain mereka yang dipaksa ikut. Mereka tidak punya kepentingan untuk
berperang melawan kita , barangsiapa menjumpai salah seorang di antara Bani
Hasyim , maka janganlah ia membunuhnya, barangsiapa menjumpai Abu al-Bukhturi
bin Hisyam maka janaganlah dia membunuhnya , dan barangsiapa menjumpai al-Abbas
binn Abdul Muththalib maka janganlah dia membunuhnya , sebab ia hanya diapaksa
ikut.”
Maka berkatalah Abu Hudzifah bin
Utbah,”Apakah kami harus membunuh orang-orang tua kami , anak-anak,
saudara-saudara dan keluarga kami, sementara kami membiarkan al-Abbas hidup?
Demi Allaah, jika aku bertemu dengannya niscaya aka aku bungkam dia dengan
pedangku.”
Hal itu sampai ke telinga
Rosulullaah Shallallaahu ‘alayhi wa Sallam, seingga beliau berkata kepasa Umar
bin Al-Khaththab ,”Wahai Abu Hafsh, apakah wajah paman Rosulullaah harus
disabet dengan pedaang?”
Maka
berkatalah Umar, “Wahai Rosulullaah, biarkan aku memenggal lehernya dengan
pedang. Demi Allaah , dia sungguh sudah menjadi munafik.”
Sejak itu , Abu Hudzaifah selalu
berkata, “aku masih saja tidak merassa tenang dengan ucapan yang telah aku lontarkan
ketika itu dan aku masih saja khawatir kecuali bila hal itu dapat ditebus
dengan mati syahid di jalan Allaah.” Dan ternyata , dia memang gugur syahid
pada perang Yamamah.
2. Abu al-Bukhturi juga merupakan salah
seorang yang dilarang Rosulullaah shollallaahu ‘alayhi wasallam untuk dibunuh. Hal
ini karena dia merupakan orang Quraisy yang palinhg menahan diri dari
Rosulullaah shollallaahu ‘alayhi wasallam saat beliau berada di Mekkah. Dia tidak
pernah menyakiti beliau ataupun melakukan sesuatu yang dibenci beliau. Disamping
itu dia juga termasuk orang yang menggagalkan Shahifah embargo terhadap
keluarga besar Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib.
Akan tetapi sekalipun demikian, Abu al-Bukhturi tetap dibunuh juga.
Pasalnya , al-Mujdzir bin Ziyad al-Balawi bertemu dengannya di dalam
pertempuran. Ketika itu dia sedang bersama seorang temannya dan sama-sama
berperang. Maka berkatalah al-Mujdzir kepadanya, “Wahai Abu al-Bukhturi ! Sesungguhnya
Rosulullaah shollallaahu ‘alayhi wasallam telah melarang kami membunuhmu.”
Lalu dia menjawab, “Bagaimana dengan temanku ini?
Al-Mujdzir berkata , “Demi Allaah , tidak demikian. Kami tidak akan
membiarkan temanmu itu hidup.
Maka diapun berkata lagi, “Demi Allah, kalau begitu aku memilih
mati bersamanya.”
Kemudian keduanya bertempur hingga al-Mujdzir terpaksa membunuhnya.
Bersambung.....