• Breaking News

    Pejuang Pena

    Coretan seorang hamba al-Izzah

    Saturday, 3 March 2012

    Ibnu Taimiyah

    Ibnu Taimiyah

    Nama besar Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah, sudah tak asing lagi di telinga
    umat Islam. Ketokohan dan keilmuannya sangat disegani. Hal ini dikarenakan
    luasnya ilmu yang dimiliki serta ribuan buku yang menjadi karyanya. Sejumlah
    julukan diberikan Ibnu Taimiyah, antara lain Syaikhul Islam, Imam, Qudwah,
    'Alim, Zahid, Da'i, dan lain sebagainya.

    Ulama ini bernama lengkap Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidir
    bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy al-Harrany al-Dimasyqy. Ia dilahirkan
    di Harran, sebuah kota induk di Jazirah Arabia yang terletak di antara
    sungai Dajalah (Tigris) dan Efrat, pada Senin, 12 Rabi'ul Awal 661 H (1263
    M).

    Dikabarkan, Ibnu Taimiyah sebelumnya tinggal di kampung halamannya di
    Harran. Namun, ketika ada serangan dari tentara Tartar, bersama orang tua
    dan keluarganya, mereka hijrah ke Damsyik. Mereka berhijrah pada malam hari
    untuk menghindari serangan tentara Tartar tersebut. Mereka membawa sebuah
    gerobak besar yang berisi kitab-kitab besar karya para ulama. Disebutkan,
    orang tua Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama juga yang senantiasa gemar
    belajar dan menuntut ilmu. Ia berharap, kitab-kitab yang dimilikinya bisa
    diwariskan kepada Ibnu Taimiyah.

    Konon, sejak kecil Ibnu Taimiyah sudah menunjukkan kecerdasannya. Ketika
    masih berusia belasan tahun, Ibnu Taimiyah sudah hafal Alquran dan
    mempelajari sejumlah bidang ilmu pengetahuan di Kota Damsyik kepada para
    ulama-ulama terkenal di zamannya.

    Disebutkan dalam kitab *al-Uqud al-Daruriyah, * suatu hari ada seorang ulama
    dari Halab (sebuah kota di Syria), sengaja datang ke Damsyik untuk melihat
    kemampuan si bocah yang bernama Ibnu Taimiyah, yang telah menjadi buah bibir
    masyarakat. Ketika bertemu, ulama ini menguji kemampuan Ibnu Taimiyah dengan
    menyampaikan puluhan matan hadis sekaligus. Di luar dugaan, Ibnu Taimiyah
    dengan mudah menghapal hadis tersebut lengkap matan dan sanadnya. Hingga
    ulama tersebut berkata, ''Jika anak ini hidup, niscaya Ia kelak mempunyai
    kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah yang memiiki kemampuan
    seperti dia.''

    Berkat kecerdasannya, ia dengan mudah menyerap setiap pelajaran yang
    diberikan. Bahkan, ketika usianya belum menginjak remaja, ia sudah menguasai
    ilmu ushuluddin (teologi) dan memahami berbagai disiplin ilmu, seperti
    tafsir, hadis, dan bahasa Arab. Sehingga, banyak ulama yang kagum akan
    kecerdasannya. Dan ketika dewasa, kemampuan Ibnu Taimiyah pun semakin
    matang.

    Pada umurnya yang ke-17, Ibnu Taimiyah sudah siap mengajar dan berfatwa,
    terutama dalam bidang ilmu tafsir, ilmu ushul, dan semua ilmu-ilmu lain,
    baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya. ''Ibnu Taimiyah mempunyai
    pengetahuan yang sempurna mengenai *rijalul hadis* (mata rantai sanad,
    periwayat), ilmu *al-Jahru wa al-Ta'dil*, thabaqat sanad, pengetahuan
    tentang hadis sahih dan dlaif, dan lainnya,'' ujar Adz-Dzahabi.

    Sejak kecil, Ibnu Taimiyah hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama
    besar. Karena itu, ia mempergunakan kesempatan itu untuk menuntut ilmu
    sepuas-puasnya dan menjadikan mereka sebagai 'ilmu berjalan.'

    Karena penguasaan ilmunya yang sangat luas itu, ia pun banyak mendapat
    pujian dari sejumlah ulama terkemuka. Antara lain, Al-Allamah As-Syaikh
    Al-Karamy Al-Hambali dalam kitabnya *Al-Kawakib Al-Darary,* Al-Hafizh
    Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid
    An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi, dan ulama lainnya.

    ''Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah, dan belum pernah
    kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap*Kitabullah * dan Sunah
    Rasulullah SAW selain dirinya,'' ungkap Al-Mizzy. ''Kalau Ibnu Taimiyah
    bukan Syaikhul Islam, lalu siapa dia ini?'' kata Al-Qadli Ibnu Al-Hariry.

    *Teguh pendirian*
    Disamping dikenal sebagai Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah juga dikenal sebagai
    sosok ulama yang keras dan teguh dalam pendirian, sesuai dengan yang
    disyariatkan dalam Islam. Dia dikenal pula sebagai seorang
    *mujaddid*(pembaru) dalam pemikiran Islam.

    Ia pernah berkata, ''Jika dibenakku ada suatu masalah, sedangkan hal itu
    merupakan masalah yang *musykil* (ragu) bagiku, aku akan beristigfar 1000
    kali, atau lebih atau kurang, hingga dadaku menjadi lapang dan masalah itu
    terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, masjid, atau madrasah.
    Semuanya tidak menghalangiku untuk berzikir dan beristigfar hingga terpenuhi
    cita-citaku. ''

    Tak jarang, pendapatnya itu menimbulkan polemik di kalangan ulama, termasuk
    mereka yang tidak suka dengan Ibnu Taimiyah. Karena ketegasan sikapnya dan
    kuatnya dalil-dalil *naqli* dan *aqli* yang dijadikannya sebagai
    *hujjah*(argumentas i), ia tak segan-segan melawan arus. Ulama yang
    tidak suka
    dengannya kemudian menyebutnya sebagai *ahlul bid'ah* dan pembuat kerusakan
    dalam syariat.

    Ibnu Taimiyah juga banyak dikecam oleh ulama Syiah dan menyebutnya sebagai
    orang yang tidak suka terhadap *ahlul bayt* (keturunan Rasul dari Fatimah RA
    dan Ali bin Abi Thalib RA). Ia juga banyak dikecam oleh para ulama wahabi
    dengan menganggapnya sebagai seorang ulama yang merusak akidah Islam.

    Karena dianggap berbahaya, termasuk oleh penguasa setempat, ia kemudian
    dizalimi dan dimasukkan ke dalam penjara. Di penjara, ia justru merasakan
    kedamaian, sebab bisa lebih leluasa mengungkapkan pikirannya dan
    menuangkannya dalam tulisan-tulisan. Beberapa karyanya berasal dari
    ide-idenya selama di penjara.

    Di penjara, ia juga banyak menyampaikan persoalan-persoalan keagamaan.
    Hingga akhirnya, banyak narapidana yang belajar kepadanya. Beberapa di
    antaranya, yang diputuskan bebas dan berhak keluar dari penjara, malah
    menetap dan berguru kepadanya.

    Ia wafat di dalam penjara *Qal'ah Dimasyqy* pada 20 Dzulhijah 728 H (1328
    M), dan disaksikan salah seorang muridnya, Ibnu al-Qayyim. Bersama
    Najamuddin At-Tufi, mereka dijuluki sebagai trio pemikir bebas. Ibnu
    Taimiyah berada di dalam penjara selama 27 bulan (dua tahun tiga bulan)
    lebih beberapa hari.

    Selama di penjara, Ia tidak pernah mau menerima pemberian apa pun dari
    penguasa. Jenazahnya dishalatkan di Masjid Jami' Bani Umayah sesudah shalat
    Dzhuhur dan dimakamkan sesudah Ashar. Ibnu Taimiyah dimakamkan di samping
    kuburan saudaranya, Syaikh Jamal Al-Islam Syarifuddin. Semua penduduk
    Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk para
    umara, ulama, tentara, dan lainnya, hingga Kota Dimasyq menjadi libur total
    hari itu. Bahkan, semua penduduk Dimasyq (Damaskus) tua, muda, laki,
    perempuan, anak-anak keluar untuk menghormati kepergiannya. sya/berbagai
    sumber

    *Cerdas Sejak Kecil*

    Ibnu Taimiyah dikenal sebagai seorang Syaikhul Islam yang cerdas dan
    memiliki ilmu yang sangat luas. Kepandaian dan kercerdasannya diperolehnya
    dengan ketekunan dan kerajinannya dalam menuntut ilmu sejak kecil. Hampir
    tak ada waktu senggang tanpa ia habiskan dengan menuntut ilmu. Dan setelah
    dewasa, ia pun masih suka belajar dan berbagi pengetahuan dengan murid-murid
    dan ulama lainnya.

    Para ahli sejarah mencatat, meskipun dalam usia kanak-kanak, ia tidak
    tertarik pada segala permainan dan senda gurau sebagaimana yang diperbuat
    anak-anak pada umumnya. Dia tidak pernah menyia-nyiakan waktu untuk itu. Dia
    pergunakan setiap kesempatan untuk menelaah soal-soal kehidupan dan sosial
    kemasyarakatan, di samping terus mengamati setiap gejala yang terjadi
    tentang tradisi maupun perangai manusia.

    Ibnu Taimiyah mempelajari berbagai disiplin ilmu yang dikenal pada masa itu.
    Kemampuannya berbahasa Arab sangat menonjol. Dia menguasai ilmu nahwu (tata
    bahasa Arab) dari ahli nahwu, Imam Sibawaihi. Ibnu Taimiyah juga suka
    belajar ilmu hisab (matematika) , kaligrafi, tafsir, fikih, hadis, dan
    lainnya.

    Ibnu Abdul Hadi berkata, "Guru-guru di mana Ibnu Taimiyah belajar dari
    mereka lebih dari dua ratus orang. Di antaranya yang teristimewa adalah Ibnu
    Abdid Daim Al-Muqaddasi dan para tokoh yang setingkat dengannya. Dia belajar
    Musnad Imam Ahmad dan kitab-kitab Shahih Enam secara berulang-ulang.

    Karena penguasaan ilmunya yang luas itu, banyak murid-muridnya yang sukses
    menjadi ulama. Di antaranya *Al-Hafizh* Ibnu al-Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu
    Abdul Hadi, *Al-Hafizh* Ibnu Katsir, dan *Al-Hafizh* Ibnu Rajab Al-Hanbali.

    Ibnu Taimiyah juga telah melahirkan banyak karya fenomenal yang menjadi
    pegangan dan rujukan ulama-ulama sesudahnya. Di antaranya, *Minhajus Sunnah,
    Al-Jawab Ash-Shahih Liman Baddala Dina Al-Masih, An Nubuwah, Ar-Raddu 'Ala
    Al-Manthiqiyyin, Iqtidha'u Ash-Shirathi Al-Mustaqim, Majmu' Fatawa,
    Risalatul Qiyas, Minhajul Wushul Ila 'Ilmil Ushul, Syarhu Al-Ashbahani war
    Risalah Al-Humuwiyyah, At-Tamiriyyah, Al-Wasithiyyah, Al-Kailaniyyah,
    Al-Baghdadiyyah, Al-Azhariyyah, * dan masih banyak lagi. (sya/berbagai
    sumber)

    http://tokoh-muslim.blogspot.com

    WARNING !

    Konten blog ini masih banyak kekurangan.

    (Beberapa konten dari zaman SMA dulu, mohon maklum)

    Ambillah yang bermanfaat dan tinggalkan yang mafsadat serta syubhat.

    Semoga Arrohmaan menjaga, menunjuki dan mengampuni pemilik blog ini.

    Baarokallaahu fiikum.

    Ukhtukum Fillaah,

    Al-Qowarir Fidinillaah.

    Sahabat Blogger

    Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net