Di dalam riwayat Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq
disebutkan bahwa ‘Utbah bin Rabi’ah
seorang
tokoh cendekiawan di antara kaumnya berkata di majelis pertemuan Quraisy,“Wahai
kaum
Quraisy, ijinkanlah aku bertemu dan berdialog dengan Muhammad, dan
menawarkannya beberapa tawaran kepadanya, barangkali dia bersedia menerima
salah satunya. Kita berikan kepadanya apa yang disukainya, dan dia berhenti
menyusahkan kita.“ Kaum Quraisy menjawab:“ Kami setuju, wahai Abu al-Walid .
Pergi dan berdialoglah kepada Muhammad.“
Kemduian
‘Utbah datang kepada Rasulullah , lalu
duduk di hadapan Nabi , dan
berkata,“
Wahai putra saudaraku, anda adalah seorang dari lingkungan kami, dan andapun
telah
mengetahui kedudukan silsilah kami ( yang dipandang terhormat oleh semua orang
Arab). Namun ternyata anda telah membawa suatu persoalan yang amat gawat kepada
kaum kerabat anda, dan anda telah memecah-belah kerukunan dan persatuan mereka.
Sekarang dengarkanlah baik-baik, saya hendak menawarkan kepada anda beberapa
hal yang mungkin dapat anda terima salah satu di antaranya. „ Nabi saw menjawab
:“ Katakanlah , hai Abu al-Walid , apa yang hendak kamu tawarkan.“ ‘Utbah bin
Rabi’ah berkata :“ Wahai putra saudaraku, jika dengan dakwah yang anda lakukan
itu anda ingin mendapatkan harta kekayaan, maka akan kami kumpulkan harta
kekayaan yang ada pada kami untuk anda, sehingga anda menjadi orang yang
terkaya di kalangan kami. Jika anda menginginkan kehormatan dan kemuliaan, anda
akan kami angkat sebagai pemimpin, dan kami tidak akan memutuskan persoalan apa
pun tanpa persetujuan anda. Jika anda ingin menjadi raja, kami bersedia
menobatkan anda sebagai raja kami. Jika anda tidak sanggup menangkal jin yang
merasuk ke dalam jiwa anda, kami bersedia mencari tabib yang sanggup menyembuhkan
anda, dan untuk itu kami tidak akan menghitung-hitung berapa biaya yang
diperlukan sampai anda sembuh.“
Rasulullah
saw bertanya kepada ‘Utbah,“ Sudah selesaikan anda wahai Abu al-Walid ?“
Jawab
‘utbah ,“ Sudah“. Nabi saw berkata ,“Sekarang dengarkanlah dariku.“ Kemudian
Nabi
saw
membaca :
“Haa
Miim. Diturunkan Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang telah
dijelaskan
ayat-ayatnya, al-Quran dalam bahasa Arab, bagi kaum yang hendak mengetahuinya.
Kitab yang membawakan berita gembira dan yang membawakan peringatan, tetapi
kebanyakan mereka berpaling dan mereka tidak mau mendengarkannya. Mereka
(bahkan) berkata :“ Hati kami tertutup bagi apa yang kamu serukan kepada kami,
dan telinga kami pun tersumbat rapat . Antara kami dan kamu terdapat dinding
pemisah. Karenanya, silahkan kamu berbuat (menurut kemauanmu sendiri) dan kami
pun berbuat (menurut kemauan kami sendiri).“ Katakanlah ( Hai Muhammad),“
Bahwasannya aku adalah seorang manusia (juga) seperti kamu, diwahyukan kepadaku
bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Satu, karena itu hendaklah kamu tetap
pada jalan lurus menuju kepada-Nya dan celakalah orang-orang yang
mempersekutukan- Nya......:“
Ketika
‘Utbah mendengar bacaan Rasulullah saw sampai ayat :
„
Jika mereka berpaling maka katakanlah ,“ Kalian telah kuperingatakan (mengenai
datangnya ) Petir (adzab) seperti petir
yang menghancurkan kaum ‘Aad dan Tsamud (dahulu) QS Fushshilat : 13
‘Utbah
menutup mulut Nabi saw dengan tangannya memohon supaya berhenti
membacanya
karena takut ancaman yang terkandung di dalam ayat tersebut.
Kemudian ‘Utbah kembali kepada kaummnya yang sudah
menantinya. Mereka
bertanya,“
Bagaimana hasilnya wahai Abu al-Walid ?“ ‘Utbah menjawab :“ Aku mendengar
suatu
perkataan yang belum pernah aku dengar sama sekali. Demi Allah, perkataan itu
bukan
syair,
bukan sihir, dan bukan pula mantera dukun. Wahai kaum Quraisy, taatilah aku ,
dan
biarkan
Muhammad dengan urusannya. Biarkanlah dia! Demi Allah, sungguh perkataan yang
aku
dengar darinya itu akan menjadi berita yang menggemparkan. Jika apa yang
dikemukakan Muhammad terjadi pada bangsa
Arab, maka hanya dia yang bisa membebaskan kamu. Dan jika Muhammad berkuasa
atas bangsa Arab, maka kekuasaannya adalah kekuasaanmu, kemuliaannya adalah
kemuliaan kamu juga.“
Kaum
Quraisy menjawab,“ Demi Allah, Muhammad telah mensihirmu, wahai Abu al-
Walid,
dengan perkataanya.“ ‘Utbah berkata,“ Demikianlah pendapatku tentang Muhammad .
Kamu
bebas untuk berbuat sesukamu.“
Thabari dan Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa beberapa
orang musyrik, termasuk al-
Walid
bin Mughira dan al-Ash bin Wa’il , datang menemui Rasulullah menawarkan harta
kekayaan
dan gadis tercantik kepadanya, dengan syarat beliau bersedia meninggalkan
kecaman terhadap tuhan-tuhan mereka. Ketika Nabi menolak tawaran tersebut, mereka
menawarkan,“Bagaimana
jika anda menyembah tuhan-tuhan kami sehati, dan kami menyambah tuhanmu sehari
(bergantian)?“ Tetapi tawaran ini juga ditolak oleh Nabi saw. Dan berkenaan
dengan hal ini Allah swt menurunkan fimarn-Nya :
„Katakanlah
,“Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak parnah (juga) menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamau, dan untukku agamaku.“ QS al-kafirun 1-6
Para
pembesar Quraisy belum berputus asa membujuk Nabi . Secara beramai-ramai
mereka
mendatangi Rasulullah saw dan menawarkan kembali apa yang pernah ditawarkan
oleh ‘Utbah kepada nabi. Mereka menawarkan kekuasaan, harta kekayaan dan
pengobatan.
Kepada
mereka Rasulullah mengatakan ,“Aku tidak
memerlukan semua yang kamu
tawarkan.
Aku tidak berdakwah karena menginginkan harta kekayaan, kehormatan, atau
kekuasaan.
Tetapi Allah mengutusku sebagai Rasul. Dia menurunkan Kitab kepadaku dan
memerintahkan
aku agar menjadi pemberi kabar gembira dan peringatan. Kemudian aku
sampaikan
risalah Rabb-ku dan aku sampaikan nasehat kepadamu. Jika kamu menerima
dakwahku,
maka kebahagianlah bagimu di dunia dan di akherat. Jika kamu menolak ajakanku,
maka aku bersabar mengikuti perintah Allah sehingga Allah memberikan keputusan
antara aku dan kamu.“
Selanjutnya
mereka berkata kepada Nabi ,“Jika anda tidak bersedia menerima
tawaran
kami, maka sesungguhnya anda telah mengetahui bahwa tidak ada orang yang lebih
kecil
negerinya, lebih gersang tanahnya dan lebih keras kehidupannya selain dari pada
kami.
Karena
itu mintakanlah untuk kami kepada Rabb yang telah mengutusmu agar menjauhkan
gunung-gunung
yang menghimpit ini dari negeri kami, mengalirkan sungai-sungai untuk kami
sebagaimana sungai-sungai Syam dan Iraq, dan membangkitkan bapak-bapak kami
yang telah mati, terutama Qushayyi bin Kilab, karena dia seorang tokoh yang
terkenal jujur, sehingga kami dapat bertanya kepadanya tentang apa yang anda
katakan. Mintalah buat anda kebun , istana, tambang emas dan perak yang dapat
memenuhi apa yang selama ini anda buru. Jika anda telah melakukan apa yang kami
minta, maka kami baru akan membenarkan anda,. Kami akan akan tahu kedudukan
anda di sisi Allah, dan akan mempercayai bahwa Dia mengutusmu sebagai Rasul
sebagaimana anda katakan.“
Jawab
Nabi ,“ Aku tidak akan melakukannya, aku tidak akan meminta hal itu
kepada
Allah.“
Setelah perdebatan yang panjang , akhirnya mereka
berkata kepada Nabi,“Kami
dengar
bahwa anda mempelajari semua itu dari seorang yang tinggal di Yamamah bernama
ar-Rahman. Demi Allah kami tidak percaya kepada ar-Rahman. Sesungguhnya kami
telah
berusaha
sepenuhnya kepada anda, wahai Muhammad. Demi Allah, kami tidak akan
membiarkan
anda mengalahkan kami.“ Kemduian mereka bangkit dan meninggalkan nabi.
Beberapa
Ibrah
Di dalam fragmen Sirah Nabawiyah yang kami sebutkan
di atas terdapat tiga pelajaran penting.
Pertama,
menjelaskan kepada kita tentang kebersihan dakwah nabi shollallaahu ‘alayhiwasallam
dari segala bentuk kepentingan dan tujuan pribadi yang biasanya menjadi
motivasi para penyeru ideologi baru dan penganjur pembaruan dan revolusi.
Apakah
melalui dakwahnya Rasulullah shollallaahu ‘alayhiwasallam bermaksud memburu
kekuasaan,
kehormatan,
dan kekayaan ? Apakah dakwahnya hanya merupakan manifestasi dari segala
kebusukan
ynag terimpan di dadanya ?
Semua
tuduhan ini merupakan senjata yang biasa digunakan oleh musuh-musuh Islam
untuk
menghancurkan dakwah Islam. Tetapi betapa agung dan mulianya rahasia
kehidupannya yang telah dipersiapkan Rabb semesta alam kepada Rasul-nya . Allah
telah mengisi kehidupan Rasul-Nya dengan sikap-sikap dan peristiwa-peristiwa
yang menghancurkan semua tuduhan busuk ynag dilontarkan para musuh Islam ,dan
membuat mereka bingung mencari cara yang harus ditempuh untuk melancarkan
serangan pemikiran.
Adalah termasuk kebijaksanaan Allah bahwa kaum
musyrik Quraisy telah melakukan
beberapa
kali perundingan (penawaran) kepada Rasulullah
, setelah mereka
membayangkan
dalam pikiran mereka sendiri tuduhan-tuduhan tersebut, kendatipun mereka
sangat
mengetahui tabiat dan tujuan dakwah Rasulullah . Tetapi demikianlah hikmah
Ilahiyah
telah menghendakinya, tiap tuduhan palsu dan ghazwul fikri (serangan pemikiran)
yang
akan dilancarkan oleh mush-musuh Islam.
Para
orientalis seperi Kramer dan Van Vloten, setelah lama memeras otak, tetapi
tidak
juga
berhasil menemukan peluang untuk menodai kesucian Rasulullah akhirnya dengan
mengesampingkan
kebenaran mereka menuduh bahwa Muhammad berdakwah semata-mata
memburu
kekuasaan dan kejayaan.
Tetapi
jauh sebelum para orientalis ini datnag, Allah telah memperlihatkan bagaimana
‘Utbah
bin Rabi’ah atas nama kaum Quraisy menawarkan semua yang dituduhkan itu
kehadapan Nabi . Tawaran itu ditolak sama sekali oleh Rasulullah , bahkan
setelah itu beliau tetap tabah menghadapi penyiksaan dan penganiayaan kaum
Quraisy.
Seandainya
dakwah Rasulullah semata-mata mengejar kekuasaan dan harta
kekayaan,
niscaya beliau tidak akan bersedia menanggung penyiksaan dan tidak akan
menolaktawaran mereka seraya mengatakan :”Aku tidak berdakwah karena
menginginkan harta kekayaan, kehormatan, atau kekuasaan. Tetapi Allah
telahmengutusku sebagai Rasul. Dia menurunkan Kitab kepadaku dan memerintahkan
aku agar menjadi pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Kemudian aku
sampaikan risalah Rabb-ku dan aku sampaikan nasehat kepadamu. Jika kamu
menerima dakwahku , maka kebahagiaanlah bagimu di dunia dan di akherat. Jika
kamu menolak ajakanku, maka aku bersabar mengikuti perintah Allah sehingga
Allah memberikan keputusanantara aku dan kamu.“
Dalam pada itu, kehiduapn sehari-hari Rasulullah
juga membenarkan ucapannyaini. Beliau tidak menolak kekuasaan, dan harta
kekayaan hanya dengan lisannya saja , bahkan kehidupan sehari-harinya pun
membuktikan hal tersebut. Beliau hidup dengan gaya kehidupan yang sangat
sederhana, tidak pernah lebih dari kehidupan kaum fakir dan miskin. Berkata
Aisyah
dalam sebuah riwayat Bukhari. :
„Sampai
Nabi saw meninggal belum pernah ada di dalam rak makananku sesuatu yang bisa
dimakan
manusia kecuali secuil roti, dan itupun aku mohon untuk beberapa hari.
Berkata
Anas dalam sebuah riwayaat Bukhari :
„Sampai
meninggal nabi, belum pernah makan makanan di atas piring sampai meninggal beliau
belum pernah makan roti yang berkualitas baik.“
Kehidupan Rasulullah sungguh sangat sederhana, baik
dalam berpakaian ataupuan
menyangkut
perabot rumahnya. Beliau tidur hanya di atas tikar anyaman, bahkan belum pernah
sama sekali tidur di atas hamparan yang lembut dan empuk. Hingga
istri-istrinya, pada suatu hari mendatangi beliau mengadukan ihwal kehidupan
yang memprihatikan. Mereka menuntut perbaikan keadaan, paling tidak sedikit di
bawah kehidupan para istri sahabatnya. Mendengar tuntutan ini, Rasulullah marah
dan tidak memberikan jawaban pun hingga kemudian Allah menurunkan firman-Nya :
„Hai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,“Jika kamu sekalian menginginkan kehiduan
dunia dan perhiasan , maka marilah supaya kuberikan kepadamu bekal, dan aku
ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghandaki
(keridhahan) Allah dan Rasul-Nyadan (kesenangan) di negeri akherat, maka
sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yngberbuat baik di antaramu pahala
yang besar.“ QS al- Ahzab : 28-29
Kemudian
Rasulullah saw membacakan kedua ayat ini kepad para istrinya dan
memberikan
pilihan kepada mereka : Hidup bersamanya dengan kondisi seadanya atau tetap
menuntut
perbaikan kehidupan dengan diceraikan secara baik. Tetapi mereka kembali
memilih hidup bersama Rasulullah dengan kondisi seadanya.
Apakah
setelah ini masih ada akal-akal siapa pun yang meragukan keikhlasan dakwah
nabi?
Masih adakah setelah penjelasan ini orang yang mencoba menuduh Rasulullah
berdakwah
karena ambisi kekuasaan dan harta kekayaan ?
Kedua,
penjelasan tentang makna hikmah (kebijaksanaan) yang menjadi prinsip dakwah Rasulullah
.
Apakah
hikmah berarti bahwa dalam berdakwah anda boleh berbuat kebijaksanaan
sendiri
sesuka hari anda, betapapun cara dan bentuk kebijaksanaa tersebut ?“
Apakah
syariat Islam memberikan kebebasan kepada anda untuk menempuh cara atau
sarana
apa saja selama tujuan anda benar ?
Tidak,
sesungguhna syariat Islam telah menentukan sarana kepada kita sebgaimana
telah
menentukan tujuan. Anda tidak boleh mencapai tujuan yang disyariatkan Allah
kecuali
dengan
jalan tertentu yang telah dijadikan Allah sebagai sarana untuk mencapainya.
Semua
kebijaksanaan
dan policy dakwah Islam harus dirumuskan sesuai dengan batas-batas sarana yang telah
disyariatkan.
Apa
yang telah kami sebutkan di muka merupakan dalil bagi apa yang kami tegaskan ini.
Tidakkah
cukup kebijaksanaan seandainya Rasulullah menerima tawaran kaum Quraisy
untuk
menjadi penguasa atau raja, sehingga dengan kekuasaan itu beliau bisa
memanfaatkan
sebagai
sarana dakwah Islam ? Apalagi kekuasaan dan pemerintahan itu memiliki pengaruh
besar
di dalam jiwa manusia . perhatikanlah bagaimana para penganjur ideologi yang
baru saja berhasil merebut kekuasaan, memanfaatkan kekuasaan itu untuk
memaksakan pemikiran dan ideologi mereka kepada masyarakat.
Tetapi,
Nabi tidak mau menggunakan cara-cara seperti ini di dalam dakwahnya,
karena
bertentangan dengan prinsip-prinsip dakwah Islam itu sendiri.
Jika
cara-cara seperti ini dibenarkan dan dianggap sebgai kebijaksanaan yang syar’i ,
niscaya
tidak akan ada bedanya antara orang yang jujur dan orang yang berdusta, antara
dakwah-dakwah
Islam dan dakwah-dakwah kebatilan.
Kemuliaan
dan kejujuran , baik menyangkut sarana ataupun tujuan, adalah landasan
utama
falsafah agama ini (Islam). Tujuan harus sepenuhnya di dasarkan pada kejujuran.
Kemuliaan
dan kebenaran. Demikian pula sarana, harus didasarkan kepada prinsip kejujuran,
kebenaran,
dan kemuliaan.
Dari
sinilah maka para da’i Islam dituntut untuk lebih banyak berkorban dan
berjihad,
karena
mereka tidak dibenarkan menempuh jalan dan sarana sekehendak hatinya. Mereka
harus mengambil jalan dan sarana yang sudah disyari’atkan , betapapun resikonya
yang harus
dihadapi.
Adalah
keliru jika anda beranggapan bahwa prinsip hikmah (kebijaksanaan) dalam
dakwah
Islam itu disyariatkan untuk mempermudah tugas seorang da’i atau utuk
menghindari
penderitaan
dan kesulitan. Rahasisa disyariatkannya prinsip hikmah dlam dakwah ialah untuk
mengambil
jalan dan sarana yang paling efektif agar bisa diterima akal dan pikiran manusia,
artinya
apabila perjuangan dakwah menghadapi beranekaragam rintangan dan hambatan, maka
langkah yang bijaksana bagi para da’i dalam hal ini adalah melakukan persiapan
utuk berjihad dan berkorban dengan jiwa dan harta. Hikmah ialah meletakkan
sesuatu pada tempatnya.
Di
sinilah perbedaan antara hikmah dan tipu daya, antara hikmah dan menyerah.
Anda
tentu ingat dan mengetahui , ketika Rasulullah, merasa optimis melihat
tanda-tanda
kesediaan para tokoh Quraisy untuk memahami Islam, maka dengan perasaan
gembira
dan perhatian sepenuhnya beliau menjelaskan hakekat Islam kepada mereka,
sehingga
ketika
seorang sahabatnya yang buta Abdullah Ibnu Ummi Maktum lewat , kemudian duduk
ikut
mendengarkan di samping mereka dan bertanya kepadanya, Rasulullah membuang
muka
darinya, karena beliau tidak ingin kehilangan kesempatan baik tersebut, di
samping
bahwa
Ibnu Ummi Maktum akan bisa dijawab pada lain kesempatan.
Tetapi
kebijaksanaan Rasululah ini mendapat teguran dari Allah di dalam surat
‘Abasa,
kendatipun tujuannya sangat mulia. Karena cara tersebut mengandung sikap yang
tidak dibenarkan oleh syariat Islam , yaitu mengabaikan dan menyakiti hati
Abdullah Ibnu Ummi Maktum karena ingin menarik hati kaum musyrik.
Tegasnya,
tidak seorangpun yang dibenarkan untuk mengubah, melanggar atau
meremehkan
hukum-hukum dan prinsip-prinsip Islam, dengan dalih kebijaksanaan, dalam
berdakwah.
Sebab , suatu kebijaksanaan tidak bisa disebut bijaksana, jika tidak terikat oleh
ketentuan-ketentuan
syariat dan prinsip-prinsipnya.
Ketiga,
sikap Rasulullah terhadap berbagai tawaran yang diajukan kaum Quraisy kepadanya
tersebut mendapatkan dukungan dari Allah. Berkenaan dengan hal ini Allah telah
menurunkan firman-Nya :
“Dan
mereka berkata,“Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu, hingga kamu
memancarkan
mata
air dari bumi untuk kami, atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur,
lalu
kamu
alirkan sungai-sungai di celah-celah kebun yang deras airnya, atau kamu
jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan, atau kamu
datangkan Allah dan Malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu
mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami
sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas
kami sebuah Kitab yang kami baca."“Katakanlah :"“Maha Suci Rabb-ku,
bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul.“ QS al-Isra’ : 90-93
Allah
tidak mengabulkan permintaan mereka bukan karena Rasulullah tidak diberi
mu’jizat
selain dari al-Quran, sebagaimana anggapan sebagian orang. Tetapi karena Allah
mengetahui
bahwa mereka tidak menuntut hal itu melainkan karena kekafiran, keangkuhan dan penghinaan
kepada Rasulullah . Ini dapat kita perhatikan melalui cara-cara dan
bentukbentuk tuntutan yang mereka ajukan. Seandainya mereka jujur dan serius
ingin meyakini kebenaran nabi , niscaya Allah akan mengabulkan permintaan
mereka. Tetapi sikap kaum Quraisy ini sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh
Allah di dalam fimarn-Nya :
“Dan
jika seandainya Kami mebukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu)
langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka
berkata,“Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan , bahwa kami adalah
orang-orang yang kena sihir.“ QS al-Hijr :14-15
Dengan
demikian , tahulah anda bahwa hal ini tidak bertentangan dengan pemuliaan
Allah
kepada Nabi-Nya melalui beraneka macam mu’jizat.
Maroji’
: Siroh Nabawiyah Al-Buthy Jilid 1 hlm. 49-54