Pejuangpena.net- Ada tiga tahapan yang harus dilalui oleh
seorang muslim yang ingin mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman hidup,
Tahap Pertama, Tazkiyah Melalui Pembersihan Akidah
Seluruh isi al-Qur’an mengandung ajaran akidah yang lengkap,
terdiri dari empat bagian:
1. Pemberitahuan tentang Allah subhanahu wata’ala, nama, dan
sifat-Nya, bagian ini disebut dengan tauhid Asma’ was Shifat dan tauhid
Rubbubiyah.
2. Ajakan agar penghambaan (ibadah) hanya kepada Allah subhanahu
wata’ala semata, bagian ini disebut dengan tauhid Uluhiyyah.
3. Penjelasan tentang perintah dan larangan yang harus ditaati
sebagai konsekuensi logis penerimaan tauhid, bagian ini disebut dengan hak-hak
tauhid.
4. Keterangan positif tentang hasil yang akan diperoleh pelaku
tauhid di dunia maupun di akhirat dan akibat buruk bagi yang menolak atau
ragu-ragu terhadap tauhid di dunia, sebagai kesengsaraan dan di akhirat
terancam dengan api Neraka.
Begitu bersih jiwa orang yang berakidah Islam yang benar sehingga
dapat membuahkkan kebahagiaan setiap saat. Digambarkan oleh Allah subhanahu
wata’ala dengan sangat indah sekali dalam firman-Nya.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki mauppun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kami berikan balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl: 97)
Berbeda dengan
orang yanng rusak akidahnya sepeerti umumnya pelaku kemusyrikan, Allah subhanahu
wata’ala menyebut bahwa mereka berjiwa kotor.
“...sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis...” (QS. at-Taubah: 28)
Hal itu terjadi karena mereka banyak menzhalimi dirinya dengan
tidak mengindahkan ajakan Sang Pencipta dirinya.
“...sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezhaliman yang besar.” (QS. Lukman:
13)
Akibatnya, mereka
berjalan di atas kesesatan.
“Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka
sesungguhnya ia telah tersesat kesesatan yang jauh.” (QS. An-Nisaa’: 116)
Disinilah rahasia
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencurahkan perhatian selama
tiga belas tahun saat berada di Makkah menggembleng para sahabat agar akidahnya
murni dari kesyirikan apapun bentuknya.
Ibnul Qayyim menggambarkan
keimanan mereka yang bersih itu dengan sangat indah. Mereka adalah manusia yang
hatinya diliputi dengan pengenalan terhadap Allah subhanahu wata’ala sampai
meluap rasa cintanya, rasa takut (khasyah), pengagungan, dan selalu
merasa dikontrol oleh Allah subhanahu wata’ala (muraqabah). Rasa
cintanya telah merasuki seluruh bagian tubuhnya bahkan masuk ke tulang
sumsumnya, sampai pada tingkat melalaikan cinta selain dari pada-Nya.
Tandanya, ia
banyak mengingat dan menyebut Allah subhanahu wata’ala. Seluruh harapan
dan ketakutannya ditujukan kepada-Nya, serta selalu bertawakal dan mengembalikan
segala urusannya kepada Allah subhanahu wata’ala , setelah melalui
berbagai upaya dan sebab yang dibenarkan. Tak jarang ia bertaubat dan tunduk
patuh keharibaan-Nya. Apabila dia meletakkan punggungnya di pembaringannya,
jiwanya melayang kehadirat Ilahi ssambil menyebut-nyebut nama dan
sifat-sifat-Nya. Dia menyaksikan nama-nama dan sifat-sifat-Nya telah menerangi
cahaya hatinya. Badannya di atas tempat tidur, sementara jiwanya berwisata dan
sujud di haribaan Rabb yang dia cintai, penuh khussu’ dan rendah hati. Hanya
Allah jualah yang memenuhi seluruh kebutuhan manusia dan sekuruh makhluk. Allah
yang mengampuni dosa para hamba-Nya, menyelesaikan segala persoalannya, membahagiakan
orang sedih, menolong orang lemah, memberi kekayaan dan mencukupkan orang
miskin. Dialah yang mematikan dan menghidupkan, membahagiakan dan
mencelakakakan, menyesatkan dan memberi petunjuk, memberi kekayaan kepada
segolongan manusia dan menjadikan miskin pada segolongan yang lain, mengangkat
derajat kaum dan menghinakan kaum yang lain dan sebagainya.
Begitu pentingnya
akidah ini sehinggan harus kita peelajari secara global kemudian terinci dari
sumber yang terpercaya. Ini masalah agama (din) tidak boleh kita ambil
dari sembarang orang, tetapi harus dari yang terpercaya ilmu dan amalnya.
Seperti sinyalemen Imam Malik dan Ibnu Sirin, “Ilmu agama ini, hendakny kamu
ambil ilmu agamamu dari orang yang benar-benar kamu percayai.”
Tentunya, dalam kesempatan yang terbatas ini, kami tidak
mengungkapkan poin-poin dalam akidah, tetapi sebatas pembuka dan perangsang
agar diketahui hal tersebut.
Bersambung, in syaa Allah...
Referensi:
Farid
Ahmad Okbah.2011.Hidup Hanya Sekali Jangan Salah Jalan. Jakarta: Perisai
Qur’an. Hal: 57.
al-Qowarir