Pejuangpena/Muslimah- Marwa Ali El-Sherbini
(El-Sharbini) lahir di Alexandria, Mesir (7 Oktober 1977 – 1 July 2009). Muslimah ini adalah puteri dari ahli
kimia Ali El-Sherbini dan Laila Shams. Pada 1995 ia lulus dari El Nasr
Girls’ College, di mana a juga berperan sebagai juru bicara mahasiswa. Ia
adalah anggota tim nasional bola tangan Mesir dari 1992 hingga 1999. Dari 2000
hingga 2005 ia belajar farmasi di Faculty of Pharmacy of Alexandria University,
memperoleh gelar sarjana.
Pada 2005, El-Sharbini pindah
dengan suaminya, Alemi Ali-Okaz, ke Bremen, Jerman. Pada 2008 pasangan muslim
tersebut dan anaknya yang berumur 2 tahun pindah ke Dresden, di mana suaminya
yang merupakan seorang dosen di Minufiya University, mendapatkan posisi penelitian
doktoral di Maz Plack Institute untuk Genetik dan Sel Biologi Molekuler. Pada
saat yang sama, El-Sharbini bekerja di University Hospital Dresden dan di
apotek setempat, sesuai persyaratan akreditasi untuk berlatih farmasi di
Jerman.
Bersama dengan yang lainnya, ia
mendirikan sebuah lembaga bernama Eingetragener Verein yang bertujuan untuk
mendirikan pusat kebudayaan dan pendidikan Islam di Dresden. Pada saat
kematiannya, El-Sharibini tengah hamil tiga bulan anak keduanya.
Tragedi itu berawal ketika pada
21 Agustus 2008, Alex Wiens, seorang warga Jerman kelahiran Perm, Rusia, tetapi
mengklaim sebagai asli etnis Jerman, melakukan pelecehan verbal terhadap
El-Sharbini di sebuah taman bermain umum untuk anak-anak di Dresden, hanya
gara-gara rebutan penggunaan ayunan oleh keponakannya dan putera El-Sharbini.
El-Sharbini yang menggunakan kerudung disebut “Islamis” dan “teroris” oleh
Wiens. Orang-orang di sekitar berusaha untuk menghentikan aksi Wiens itu tetapi
pria itu terus mengatai El-Sherbini dalam beberapa menit dengan kata-kata
menyakitkan dengan julukan-julukan dalam bahasa Rusia dan Jerman hingga polisi
tiba di tempat kejadian.
Wiens dituduh dengan penghinaan
atau pencemaran nama baik dan dijatuhi hukuman untuk membayar denda sebesar
€330. Setelah keberatan dan menolak untuk membayar denda, Wiens ditemukan
bersalah oleh pengadilan distrik Dresden dan didenda sebesar €780 pada November
2008. Pada saat persidangan Wiens mengklaim tindakannya menghina El-Sharbini
itu sah-sah saja, menganggap bahwa “orang seperti dia” bukanlah manusia
sebenarnya dan oleh sebab itu sah-sah saja dihina. Jaksa penuntut umum
mengajukan banding putusan itu, bertujuan pada hukuman penahanan, karena
karakter xenofobia yang jelas atas insiden itu.
Pada persidangan banding di pengadilan
daerah di Dresden, 1 Juli 2009, sembilan orang berada di ruang sidang: satu
orang profesional dan dua orang hakim, jaksa, Alex Wiens sebagai tergugat,
penasehat hukum yang ditunjuk pengadilan, El-Sharbini sebagai saksi atas
penuntutan, dan suami beserta puteranya sebagai pengamat. Tidak ada petugas
keamanan yang hadir pada sidang itu dan tidak ada pemeriksaan keamanan kepada
setiap individu yang masuk ruang sidang.
Setelah El-Sharbini menyampaikan
kesaksian, Alex Wiens mengajukan pertanyaan tambahan, seperti mengapa ia berada
di Jerman (padahal pertanyaan ini tidak diizinkan oleh hakim). Ketika
El-Sharbini hendak meninggalkan ruang sidang, tidak ingin menunggu akhir
persidangan, Wiens tiba-tiba menyerangnya dengan pisau tajam sepanjang 18cm,
yang ia bawa ke ruang sidang dalam tasnya. Ibu muda itu menerima tikaman
berkali-kali, setidaknya 16 luka ia dapatkan dari tubuh bagian atas hingga
lengan. Pada saat penyerangan itu Alex Wiens dikatakan meneriakkan “Kamu tidak
pantas untuk hidup!”. Sedangkan suaminya yang berusaha membela isterinya
ditikam juga setidaknya 16 kali di kepala, leher, tubuh bagian atas dan lengan.
Serangan itu terjadi pada pukul 10:23 waktu setempat. Seorang petugas polisi,
yang berada di gedung pengadilan yang sedang bersaksi untuk kasus yang tidak
terkait dipanggil ke tempat kejadian untuk turun tangan, tetapi ia salah
mengira pelaku, ia mengira Elwi Ali-Okaz yang menjadi penyerang dan menembaknya
di kaki bagian bawah. Investigasi kriminal terhadap polisi itu dilakukan pada 3
November 2009. Penasehat hukum Wiens berusaha untuk menolong El-Sharbini dengan
menghalangi penyerang menggunakan kursi dan meja. Selain itu, putera
El-Sharbini yang baru berumur tiga tahun juga mengalami luka saat sedang
diantar ke tempat yang aman.
Marwa El-Sharbini meninggal di
tempat kejadian pada pukul 11:07 karena luka-lukanya yang parah, semoga Allah
menerimanya sebagai syahid. Alex Wiens si pelaku ditangkap di tempat kejadian,
bahkan ia meminta polisi untuk membunuhnya. Sedangkan Elwi Ali-Okaz mengalami
luka kritis dan koma selama dua hari, ia menjalani perawatan selama beberapa
minggu di sebuah rumah sakit di Dresden akibat luka tikaman dan tembak.
Setelah pengaduan pidana oleh
pengacara Elwi Ali-Okaz, sebuah investigasi kriminal untuk pembunuhan disengaja
dan penolakan bantuan dilakukan pada Oktober 2009 terhadap hakim yang memimpin
sidang pada Juli itu, dan terhadap presiden pengadilan daerah itu.
Pembunuhan El-Sharbini, muslimah
yang meninggal secara tragis dalam keadaan hamil pada saat itu, mengakibatkan reaksi
luas internasional. Pembunuh itu kemudian dijatuhi hukuman seumur hidup.
Kisah kematian Marwa El-Sharbini
akan terus dikenang sepanjang masa, baik oleh publik Jerman maupun
internasional. Ia kemudian dijuluki sebagai “The Veil Martyr” (Syahidah Berjilbab)
karena ia dibunuh hanya karena ia adalah seorang wanita Muslim yang tidak malu
menunjukkan identitasnya sebagai Muslimah dengan memakai jilbab dan berjuang
mempertahankan kehormatan diri dan agamanya, disaat banyak muslimah lainnya
yang masih belum menutup auratnya dan lebih memilih mengikuti mode pakaian
orang-orang kafir.
Sumber: Darusyahadah.com