• Breaking News

    Pejuang Pena

    Coretan seorang hamba al-Izzah

    Wednesday, 10 May 2017

    Antara Takut dan Harap


    Oleh: Muizz Abu Turob حفظه الله

                    Sudah semestinya bagi kita sebagai seorang mukmin untuk memperhatikan masalah aqidah, bahkan ini adalah perkara wajib bagi setiap orang. Sebab, Islam tidak bisa lepas dari aqidah, apabila aqidahnya benar maka Islamnya benar, apabila keliru maka Islamnya juga keliru.
                Di antara masalah aqidah yang masih menjalar dan menjamur di masyarakat adalah dua masalah penting, yaitu; khouf dan roja’.

                Khouf artinya rasa takut, sedangkan roja’ artinya rasa harap.
    Masing-masing orang harus bertanya, apakah dia sudah takut kepada Allah 100%, atau masih takut kepada selain Allah. Allah lah yang menghidupkan dan mematikan, Allah lah yang memberi rizki, Allah lah yang memberi sehat dan sakit, semua itu kembali kepada Allah. Yang mengatur segala urusan dunia dan akhirat adalah Allah, maka untuk apa takut kepada selain-Nya.



    Perlu kita fahami bersama bahwa di dalam Islam tidak ada hal-hal yang terkesan sial;
    Pertama, Tidak ada hari sial; sebagian orang mengira bahwa hari ini atau hari itu adalah hari sial, akan terjadi begini dan begitu. Sehingga sebagian orang khawatir mengadakan hajatan atau punya gawe pada hari itu.
    Kedua, Tidak ada tanggal sial; sebagian orang tidak mau menikah atau menikahkan anaknya pada tanggal ini dan itu, karena mereka khawatir akan tertimpa bencana, petaka, dan sejenisnya. Bahkan ada yang mencocokkan tanggal lahir terlebih dahulu sebelum nikah, apabila tanggal lahir yang laki-laki dan perempuan cocok, baru menikah. Ini semua adalah pemahaman keliru.
    Ketiga, Tidak ada arah sial; sebagian orang melarang membuat rumah dengan arah utara atau arah tertentu, karena mereka khawatir rizkinya sempit dan sebagainya.
    Keempat, Tidak ada bintang sial; ada orang-orang yang terlalu percaya dengan ramalan bintang, percaya dengan zodiak, padahal itu semua sama sekali tidak benar. Hanya berdasarkan perkiraan dan dugaan.
    Kelima, Tidak ada tempat sial; ada yang percaya bahwa apabila melewati gunung ini, pohon itu, sumur ini, sungai itu, laut itu, akan terjadi sakit, terjadi perceraian, akan begini dan begitu. Itu terlalu berlebihan.
    Keenam, Tidak ada burung sial; ada yang menduga bahwa burung hantu, burung gagak, dan burung lain menjadi tanda kematian dan sebagainya.
    Ketujuh, Tidak ada barang sial; ada yang takut dengan batu besar, pohon beringin, keris, batu akik, dan sejenisnya. Padahal itu semua tidak akan mendatangkan apa-apa, itu semua hanyalah benda mati.
    Pemahaman seperti itu semua tidak lah benar, pemahaman keliru yang turun temurun, dan pemahaman yang harus dirubah.
    Bahkan karena begitu takutnya kepada pohon beringin, pantai selatan, batu tumpeng, dan tempat-tempat kramat lainnya, sebagian orang ada yang mempersembahkan sesajen, baik sesajen kembang, apem, dan lain-lain. Yang lebih parah dari semua itu, ada acara sembelih kambing, sembelih kerbau, atau sembelih ayam babon seperti di Salatiga.
    Jangankan menyembelih kerbau, menyembelih lalat pun hukumnya syirik apabila dipersembahkan untuk laut, pohon, dan sejenisnya. Ini semua adalah syirik, dan siapa yang melakukannya, dia akan mendapatkan laknat.
    Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda,
     “Allah melaknat siapa yang menyembelih untuk selain Allah.” (HR. Muslim, no. 5240)
    Allah telah memerintahkan kita supaya hanya takut kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
                “Maka janganlah kalian takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku, jika kalian beriman.” (QS. Ali Imran: 175)
    Apabila kita masih takut dengan itu semua, lalu di mana tawakkal kita kepada Allah. Kita cukup hanya menggantungkan segala sesuatu kepada Allah. Segala sesuatu tergantung pada kehendak Allah, bukan kehendak Nyi Roro Kidul, bukan kehendak Mbaurekso, bukan pohon, bukan batu, dan seterusnya.
    Allah memerintahkan kita untuk bertawakkal kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
                “Dan hendaknya hanya kepada Allah semata orang-orang beriman itu bertawakkal.” (QS. Ali Imran: 144)
                Terkadang seorang merasa was-was, merasa ada firasat buruk, merasa ketakutan dan sebagainya. Mungkin firasat buruk ketika melewati rumah kosong atau pohon-pohon bambu, atau was-was ketika kejatuhan cicak, takut ketika ada burung gagak atau burung hantu, khawatir ketika terjadi gerhana, was-was ketika bintang zodiaknya pisces dan semisalnya, khawatir saat menikah tanggal syuro, dan masih banyak keyakinan-keyakinan batil lainnya.
                Untuk menghindari berbagai firasat buruk tersebut, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam telah mengajarkan sebuah doa,
                Allahumma laa thoiro illaa thoiruka, wa laa khoiru illaa khoiruka, wa laa Ilaaha ghairuka
                “Ya Allah! Tidak ada kesialan kecuali kesialan yang Engkau tentukan, dan Tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, serta tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Engkau.” (Shahih; HR. Ahmad, II/220)
                Ini adalah doa penghilang was-was. Doa ini sangat penting. Hendaknya setiap muslim menghafal dan mengamalkannya. Sebab doa akan selalu dibutuhkan.
                Ini lah pembahasan yang berkaitan dengan khouf, sekali lagi khouf adalah rasa takut, dan rasa takut ini tidak boleh kecuali hanya untuk Allah saja.
                Intinya, apabila rasa takut pada hal-hal yang tidak dimampu kecuali oleh Allah, maka itu adalah takut yang syirik. Sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas. Gantungkanlah rasa takut hanya kepada Allah, jangan menggantungkan takut kepada selain-Nya.
                Di sana terdapat takut yang dibolehkan, yaitu takut pada hal-hal yang bisa dirasakan oleh panca indera, bisa dilihat, didengar, dirasa, diraba, dan dicium. Contoh; takut kepada ular, takut kepada renternir, takut kepada racun, takut kepada majikan, dan seterusnya.
                Demikianlah kaedah yang penting untuk diperhatikan.
                Adapun berkaitan dengan roja’, roja’ adalah rasa harap. Rasa harap ini tidak boleh kecuali hanya untuk Allah saja. Harapan yang dimaksud adalah mengharap sesuatu yang tidak dimampu kecuali hanya Allah. Yaitu sesuatu yang hanya Allah saja yang mampu. Contohnya; siapa yang mampu menghidupkan, mematikan, memberi rizki, memberi anak, memberi panen, memberi hujan, memberi kesembuhan, memberi bencana? Itu semua hanya Allah yang mampu.
                Maka mengharap hal-hal seperti itu dari selain Allah tidak dibolehkan, dan hukumnya syirik. Seperti; berharap rizki dari pesugihan, beharap dari dukun agar umurnya panjang, berharap dari Nyi Roro Kidul agar memberikan panen, berharap dari kembang agar sembuh penyakit, itu semua adalah syirik.
                Suatu ketika saat gunung merapi hampir meletus, ada orang-orang yang memberikan sesajen, mereka berharap supaya tidak ada bencana. Coba kita pikirkan, siapa yang mengatur bencana? Allah atau penunggu gunung berapi? Mengapa mereka tidak berharap kepada Allah saja?
                Sekali lagi, apabila sesuatu itu hanya Allah yang mampu, maka tidak boleh berharap kepada selainnya.
                Adapun mengharap sesuatu dari orang yang bisa mengerjakannya, maka hukumnya boleh-boleh saja. Seperti seorang istri mengharap belanja dari suami, anak mengharap uang jajan dari bapaknya, dan seterusnya. Sebab, orang yang diminta mampu mengerjakannya.
                Perlu diperhatikan juga, bahwa tidak boleh berharap kepada benda-benda mati, seperti berharap kekuatan dari jimat, keris, sabuk, sorban, dan semisalnya. Tidak boleh pula berharap kesembuhan dari kertas-keras bertuliskan mantra-mantra, meskipun mantra-mantra tersebut diambil dari tulisan Al-Qur’an.
                Terkadang sebagian orang keliru dalam mengucapkan sesuatu. Contohnya; gara-gara obat ini aku sembuh, padahal yang mampu menyembuhkan adalah Allah. Atau gara-gara hujan bulan Maret sawahku panen, padahal yang memberikan panen adalah Allah.
                Sebaiknya kalimat-kalimat seperti itu dirubah. Misalnya dirubah dengan “Setelah minum obat ini, Allah memberiku kesembuhan.” “Setelah hujan kemarin, Allah memberiku panen.” Yaitu menggunakan kata “Setelah” bukan “Gara-gara ini dan itu”.
                Sebagai hamba Allah hendaknya kita takut dan berharap hanya kepada Allah.
    Sebagai penutup tulisan ini, kami nasehatkan agar menjauhi tayangan-tayangan TV yang berbau misteri atau horor, berbau perdukunan, ramalan, sulap, dan sebagainya. Begitu juga kita harus menjauhi Koran, majalah, komik, buku, ataupun bacaan lainnya yang berkaitan dengan zodiak dan ramalan bintang, atau berbau mistik lainnya. Ini semua banyak tersebar, padahal dapat mengurangi nilai dan kuatnya aqidah serta keyakinan kepada Allah.
                Ini lah sekelumit tulisan terkait dengan harap dan takut, semoga dengan ini mampu menyadarkan kita dan memberi wawasan Islam kita. Dan kita berharap kepada Allah supaya menjadikan kita sebagai orang-orang yang Islamnya lurus.
                Apa yang benar datangnya dari Allah, dan jika ada salah maka datangnya dari penulis pribadi. Sekian. Billahit Taufiq wal Hidayah.

    WARNING !

    Konten blog ini masih banyak kekurangan.

    (Beberapa konten dari zaman SMA dulu, mohon maklum)

    Ambillah yang bermanfaat dan tinggalkan yang mafsadat serta syubhat.

    Semoga Arrohmaan menjaga, menunjuki dan mengampuni pemilik blog ini.

    Baarokallaahu fiikum.

    Ukhtukum Fillaah,

    Al-Qowarir Fidinillaah.

    Sahabat Blogger

    Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net